Korban Scamming Internasional: Larangan WNI Bekerja di 3 Negara Ini Jadi Tameng Baru
Beberapa tahun terakhir, Asia Tenggara menjadi sorotan dunia internasional bukan hanya karena pertumbuhan ekonominya, tetapi juga karena menjamurnya sindikat penipuan daring (scamming) yang menyasar warga dari berbagai negara—termasuk Indonesia. Ratusan WNI menjadi korban praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok lowongan kerja di luar negeri, khususnya di Thailand, Myanmar, dan Kamboja.
Banyak dari mereka berangkat dengan harapan bekerja sebagai staf admin, customer service, atau entri data, namun kenyataannya dipaksa bekerja di perusahaan scamming, bahkan dalam kondisi kerja paksa, penyiksaan, dan penyekapan.
Langkah Tegas Pemerintah: Melarang Penempatan WNI ke Tiga Negara
Sebagai respons atas maraknya kasus ini, pemerintah Indonesia resmi melarang pengiriman tenaga kerja ke tiga negara tersebut: Thailand, Myanmar, dan Kamboja. Larangan ini diumumkan oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Kementerian Luar Negeri sebagai bentuk perlindungan darurat terhadap keselamatan WNI di tengah masifnya jaringan sindikat penipuan online lintas negara.
Langkah ini dinilai sebagai “tameng kebijakan” untuk menghentikan arus WNI yang kerap menjadi korban eksploitasi atas nama pekerjaan di luar negeri.
Kisah Pilu Para Korban: Terjebak, Terlantar, Terabaikan
Puluhan testimoni korban TPPO dari Asia Tenggara menceritakan hal yang serupa: dijanjikan gaji besar dan pekerjaan nyaman, tapi setelah tiba di lokasi, paspor disita, komunikasi diputus, dan mereka dipaksa menjalankan penipuan digital seperti phishing, pemerasan online, atau investasi palsu ke korban dari negara lain.
Beberapa korban melarikan diri dengan luka-luka, sebagian lainnya diselamatkan lewat kerja sama diplomatik yang panjang dan rumit. Bahkan, ada yang hingga kini belum bisa dipulangkan karena terganjal proses hukum di negara tempat mereka “bekerja.”
Mengapa Thailand, Myanmar, dan Kamboja?
Ketiga negara ini menjadi hotspot aktivitas scamming karena beberapa faktor:
• Longgarnya kontrol wilayah perbatasan, terutama di Myanmar bagian utara yang dikuasai kelompok bersenjata
• Tingginya permintaan tenaga kerja murah untuk operasi scamming
• Korupsi dan lemahnya penegakan hukum di beberapa daerah terpencil
• Adanya jaringan sindikat internasional yang menyasar warga negara berkembang
Bagi sindikat ini, pekerja asal Indonesia menjadi target karena minimnya pengetahuan tentang risiko kerja ilegal dan kuatnya dorongan ekonomi untuk mencari nafkah di luar negeri.
Larangan Bukan Solusi Tunggal, Tapi Langkah Strategis
Meski larangan pengiriman tenaga kerja ke negara-negara tersebut bukan solusi jangka panjang, kebijakan ini dianggap strategis untuk memutus rantai perdagangan manusia dalam jangka pendek. Pemerintah juga diharapkan melakukan:
• Edukasi masif di daerah rawan migrasi ilegal
• Penguatan kerja sama lintas negara untuk memberantas sindikat TPPO
• Peningkatan sanksi kepada agen ilegal dan sponsor abal-abal
• Perluasan lapangan kerja dalam negeri agar warga tidak mudah tergiur iming-iming kerja ke luar negeri tanpa prosedur resmi
Perlindungan Nyata Dimulai dari Pencegahan
Larangan pengiriman WNI ke Thailand, Myanmar, dan Kamboja bukan semata-mata membatasi hak warga negara untuk bekerja di luar negeri. Justru, ini adalah langkah pelindungan konkret dari ancaman modern yang berwajah digital dan kejam.
Di tengah kompleksitas perdagangan manusia berkedok kerja luar negeri, langkah preventif adalah tameng utama, dan pemerintah telah menunjukkannya. Namun, agar benar-benar efektif, kesadaran masyarakat, penegakan hukum, dan edukasi publik harus berjalan beriringan.
Jangan sampai mimpi mencari penghidupan yang lebih baik di luar negeri, justru berubah menjadi mimpi buruk yang tak berujung.