Demo Berujung Tes Urine: 3 Mahasiswa Trisakti Positif Narkoba
Sebuah aksi unjuk rasa yang digelar oleh mahasiswa Trisakti di depan gedung DPR/MPR RI berakhir tidak seperti biasanya. Alih-alih hanya menyuarakan aspirasi, kericuhan yang terjadi di tengah jalannya demonstrasi justru mengarah pada penangkapan dan pemeriksaan yang lebih dalam. Hasilnya mengejutkan: tiga mahasiswa dinyatakan positif narkoba setelah menjalani tes urine oleh pihak kepolisian.
Kejadian ini sontak memicu sorotan publik, terutama karena menyangkut reputasi salah satu kampus swasta ternama di Indonesia. Apalagi, isu narkoba di kalangan mahasiswa merupakan topik sensitif yang menyentuh berbagai aspek: pendidikan, moral, hingga penegakan hukum.
Aksi Damai yang Berubah Ricuh
Demo yang digelar oleh aliansi mahasiswa Trisakti awalnya berlangsung damai. Mereka menuntut transparansi kebijakan pemerintah dan reformasi sejumlah sektor strategis. Namun situasi mulai memanas saat sebagian demonstran mencoba menerobos barikade aparat.
Beberapa peserta aksi diamankan karena dianggap memprovokasi kerusuhan. Tiga di antaranya langsung menjalani tes urine di lokasi penahanan sementara—sebuah prosedur yang kini mulai diterapkan untuk memastikan tidak ada unsur penyalahgunaan zat selama aksi berlangsung.
Hasil Tes Urine Mengejutkan
Dari hasil pemeriksaan, tiga mahasiswa diketahui positif menggunakan narkoba jenis ganja dan obat penenang golongan tertentu. Meski tidak disebutkan secara rinci identitas ketiganya, kepolisian menyampaikan bahwa dua dari mereka akan dikirim ke pusat rehabilitasi, sementara satu lainnya masih dalam penyelidikan lanjutan karena ditemukan bukti tambahan yang mengarah ke dugaan kepemilikan.
“Ini bukan semata-mata tindakan represif. Kami ingin pastikan bahwa aksi unjuk rasa tidak disusupi oleh pengaruh zat terlarang yang bisa memicu anarkisme,” ujar salah satu pejabat kepolisian di lokasi.
Respons Kampus dan Publik
Pihak Universitas Trisakti melalui juru bicaranya menyatakan akan menunggu proses hukum yang berlaku dan menghormati hasil penyelidikan aparat. Kampus juga menegaskan komitmennya dalam mencegah penyalahgunaan narkoba di lingkungan akademik.
“Kami tidak mentoleransi narkoba. Namun, kami juga percaya pada asas keadilan dan rehabilitasi sebagai solusi kemanusiaan,” ungkap pihak kampus dalam pernyataan tertulis.
Di media sosial, respons publik terbagi dua. Ada yang menyayangkan perilaku mahasiswa yang dinilai mencoreng nama baik gerakan intelektual, sementara sebagian lainnya menilai langkah rehabilitasi adalah pendekatan yang tepat ketimbang hukuman pidana.
Narkoba dan Gerakan Mahasiswa: Ancaman yang Nyata
Kasus ini menjadi peringatan serius bahwa penyalahgunaan narkoba bisa menyusup ke dalam ruang-ruang gerakan mahasiswa, yang sejatinya menjadi motor perubahan sosial. Ketika demonstrasi yang seharusnya membawa pesan moral dan intelektual ternodai oleh pengaruh zat adiktif, maka nilai perjuangan pun ikut tercoreng.
Langkah aparat untuk melakukan tes urine secara acak mungkin akan menuai pro dan kontra, namun dalam konteks menjaga integritas gerakan, hal ini bisa menjadi strategi preventif yang efektif.
Suara Perubahan Harus Bebas dari Narkoba
Demonstrasi adalah hak demokratis yang dijamin oleh konstitusi. Namun kebebasan itu harus dijalankan dengan tanggung jawab—terutama oleh para mahasiswa yang dikenal sebagai agen perubahan. Kasus tiga mahasiswa Trisakti yang positif narkoba setelah demo menunjukkan bahwa pengawasan internal dan edukasi antinarkoba harus diperkuat di lingkungan kampus.
Perubahan yang sejati tidak bisa lahir dari pikiran yang tumpul oleh zat terlarang. Hanya dengan kesadaran penuh dan integritas, suara mahasiswa akan tetap lantang—dan bermakna.