Menko Airlangga Angkat Bicara soal Rupiah Jatuh ke Level Terendah Sejak Krisis 1998
Jakarta – Mata uang rupiah kembali mengalami tekanan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), mencapai titik terendah sejak krisis moneter 1998. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku ekonomi dan masyarakat luas. Menanggapi situasi ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memberikan penjelasan terkait faktor penyebab serta langkah-langkah yang akan diambil pemerintah untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Penyebab Pelemahan Rupiah
Dalam keterangannya, Menko Airlangga menjelaskan bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh berbagai faktor eksternal dan domestik. Salah satu faktor utama adalah penguatan dolar AS akibat kebijakan moneter yang diterapkan oleh Federal Reserve (The Fed). Bank sentral AS tersebut masih mempertahankan suku bunga tinggi guna menekan inflasi, sehingga menarik lebih banyak investasi ke aset berbasis dolar dan melemahkan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi global akibat ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi di beberapa negara mitra dagang utama juga turut memberikan tekanan terhadap rupiah. Dari sisi domestik, peningkatan impor yang tidak diimbangi dengan ekspor yang cukup serta capital outflow dari pasar keuangan Indonesia menjadi faktor tambahan yang memperburuk kondisi nilai tukar.
Langkah Pemerintah untuk Menstabilkan Rupiah
Menko Airlangga menegaskan bahwa pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan berbagai langkah untuk menjaga stabilitas rupiah. Salah satu upaya utama adalah intervensi di pasar valuta asing guna menahan laju pelemahan mata uang. Selain itu, pemerintah juga akan mengoptimalkan kebijakan moneter dan fiskal guna menjaga kepercayaan pasar.
“Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah intervensi melalui operasi moneter, termasuk stabilisasi di pasar spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Selain itu, kami juga terus mendorong peningkatan ekspor dan investasi untuk memperkuat fundamental ekonomi nasional,” ujar Airlangga.
Pemerintah juga berencana mempercepat program hilirisasi industri dan mendorong penggunaan produk dalam negeri guna mengurangi ketergantungan terhadap impor. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan cadangan devisa negara dan memperkuat nilai tukar rupiah dalam jangka panjang.
Dampak terhadap Ekonomi dan Masyarakat
Melemahnya rupiah berdampak langsung pada harga barang impor, terutama komoditas energi dan bahan baku industri. Hal ini berpotensi memicu inflasi dan meningkatkan beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, di sisi lain, pelemahan rupiah juga dapat memberikan peluang bagi sektor ekspor, karena produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar internasional.
Menko Airlangga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik dalam menghadapi situasi ini. Pemerintah akan terus bekerja sama dengan Bank Indonesia dan berbagai pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga.
“Kami optimistis bahwa dengan koordinasi yang baik, kebijakan yang tepat, serta dukungan masyarakat, rupiah akan kembali stabil dan ekonomi nasional tetap berada di jalur yang positif,” tutupnya.
Pelemahan rupiah hingga ke level terendah sejak krisis 1998 memang menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia. Namun, dengan langkah-langkah strategis yang telah disiapkan pemerintah dan Bank Indonesia, diharapkan kondisi ini dapat segera terkendali. Ke depan, penguatan fundamental ekonomi serta optimalisasi kebijakan fiskal dan moneter akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi nasional.