Prabowo Dorong Kolaborasi Pangan: BIMP-EAGA Dilirik Jadi Lumbung Asia
Dalam langkah strategis memperkuat ketahanan pangan dan kerja sama regional, Presiden terpilih Prabowo Subianto mengusulkan inisiatif ambisius: menjadikan kawasan BIMP-EAGA sebagai pusat produksi pangan utama di Asia Tenggara. Gagasan ini mengemuka dalam forum kerja sama kawasan yang melibatkan Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina di wilayah timur — dikenal sebagai BIMP-EAGA (Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area).
Misi Prabowo: Dari Diplomasi ke Ketahanan Pangan
Prabowo menekankan bahwa tantangan pangan bukan lagi isu domestik, melainkan masalah kawasan dan global. Krisis iklim, gejolak geopolitik, dan ketidakpastian ekonomi mendorong negara-negara ASEAN untuk tidak hanya mengandalkan impor, tetapi juga membangun kemandirian pangan secara kolektif.
“Wilayah BIMP-EAGA memiliki potensi lahan yang luas, tenaga kerja yang kuat, dan iklim tropis yang sangat mendukung pertanian. Ini adalah peluang emas untuk menjadikannya sebagai lumbung pangan Asia,” ujar Prabowo dalam sambutannya.
Potensi Besar di Wilayah BIMP-EAGA
Wilayah BIMP-EAGA mencakup area luas di luar ibu kota negara-negara anggotanya. Di Indonesia, kawasan ini mencakup Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua—daerah dengan sumber daya alam melimpah namun selama ini belum maksimal dikembangkan sebagai sentra pertanian modern.
Jika potensi ini dikelola melalui kolaborasi teknologi, investasi, dan sistem logistik terpadu antarnegara, maka BIMP-EAGA diyakini bisa memproduksi komoditas pangan dalam skala besar, seperti beras, jagung, perikanan, serta hasil hortikultura.
Manfaat Ekonomi dan Geopolitik
Inisiatif ini tidak hanya memperkuat posisi kawasan dalam peta pangan global, tetapi juga berpotensi mendorong pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi inklusif di daerah-daerah tertinggal. Selain itu, kolaborasi ini dapat menurunkan ketergantungan pada pasokan luar, mengurangi risiko inflasi pangan, dan menjadikan ASEAN lebih mandiri secara strategis.
Dari sisi geopolitik, kerja sama pangan dapat menjadi instrumen stabilisasi hubungan antarnegara serta memperkuat solidaritas regional di tengah ketegangan global yang terus meningkat.
Langkah Awal: Sinergi Kebijakan dan Teknologi
Prabowo menyarankan agar tiap negara anggota mulai membentuk pusat riset dan inovasi pertanian regional, memperkuat data produksi lintas batas, serta menyinkronkan kebijakan subsidi dan distribusi. Ia juga mengundang investor dari dalam dan luar ASEAN untuk ikut serta dalam proyek ini, dengan jaminan transparansi dan keberlanjutan.
“Ini bukan sekadar kerja sama formalitas. Kita perlu menyatukan visi jangka panjang demi rakyat dan masa depan Asia Tenggara yang berdaulat secara pangan,” tegasnya.
Dorongan Prabowo untuk menjadikan BIMP-EAGA sebagai lumbung pangan Asia merupakan langkah strategis yang mencerminkan visi besar: ketahanan pangan melalui kekuatan bersama. Kolaborasi ini bukan hanya soal beras dan jagung, tapi tentang masa depan kawasan yang lebih stabil, mandiri, dan berdaya saing tinggi dalam menghadapi ketidakpastian global.